Loading Website
Ekonom Berharap Rupiah. Ekonom Standard Chartered, Aldian Taloputra, menilai penguatan rupiah beberapa hari ini lebih banyak dipengaruhi faktor global, seperti hasil pemilu di AS yang membuat pemerintah AS untuk lebih sulit untuk mengeluarkan kebijakan stimulus. Selain itu, pernyataan AS yang mengindikasikan akan membuat kesepakatan perdagangan dengan China, dan harga minyak dunia yang cenderung melemah.
“Yang bisa dilakukan pemerintah dan BI adalah konsisten menjalankan kebijakan stabilisasi dan terus menjalankan reformasi struktural,” pungkas dia saat dihubungi
Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, mengungkapkan pada awal bulan November ini, sentimen di pasar keuangan global cenderung membaik terindikasi dari pelemahan nilai tukar dolar AS terhadap mata uang negara maju dan negara berkembang.
Menurut dia, pelemahan dolar AS ini dilatarbelakangi oleh potensi resolusi dari negosiasi perdagangan antara pemerintah AS dan China yang mendorong penguatan riskier assets. “Tren penurunan harga minyak dunia juga mengurangi tekanan mata uang negara pengimpor minyak termasuk rupiah,” imbuhnya saat dihubungi,
Selain itu, pelemahan dolar AS juga didorong oleh dominasi kubu Partai Demokrat pada DPR AS pada Pemilu Sela. Sepanjang bulan November ini, investor asing membukukan pembelian bersih di pasar saham sebesar USD289,4juta (MTD), sementara kepemilikan investor asing pada SBN juga cenderung meningkat sekitar USD340juta(MTD) sehingga mendorong penurunan yield SUN bertenor 10 tahun sebesar 42bps (MTD) menjadi sekitar 8,13%.
“Foreign inflow yang meningkat sejak akhir bulan Oktober hingga saat ini telah mendorong penurunan volatilitas rupiah menjadi sekitar 7,6% dari level 10% pada pertengahan bulan Oktober yang lalu,” tukas dia.
Adapun implementasi Domestic Non Delivery Forward (DNDF) direspon positif oleh pelaku pasar dan mendorong diversifikasi risiko permintaan dollar di pasar spot dan memberikan alternatif hedging bagi offshore player.
Dalam jangka pendek ini, sambung dia, pemerintah perlu fokus dalam upaya menekan defisit transaksi berjalan yang menjadi salah satu faktor risiko domestik. Dengan demikian, rupiah diharapkan dapat stabil hingga akhir tahun ini.
Bank Indonesia pun mengakui peningkatan cadangan devisa pada Oktober 2018 menjadi sebesar USD115,2 miliar dipengaruhi oleh penerimaan devisa migas dan penarikan utang luar negeri (ULN) pemerintah yang lebih besar dari kebutuhan devisa untuk pembayaran ULN pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah.
“Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” ujar Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Agusman.
BI memandang cadangan devisa tetap memadai didukung keyakinan terhadap stabilitas dan prospek perekonomian domestik yang tetap baik, serta kinerja ekspor yang tetap positif. “Bank Indonesia juga akan terus melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar, didukung upaya-upaya pengembangan pasar keuangan,” katanya.
Kebijakan tersebut diarahkan untuk menjaga volatilitas rupiah serta kecukupan likuiditas di pasar sehingga tidak menimbulkan risiko terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Checking your browser before accessing

This process is automatic. Your browser will redirect to your requested content shortly.

Please allow up to 5 seconds…

DDoS protection by Cloudflare
Ray ID: